EDUCATION CONSERVATION

Civet Changing Minds Curriculum

We currently implementing our education curriculum in four schools in two villages. Three schools are located in Cipaganti village, which are: SD Cipaganti 1, SD Cipaganti 2, and MI AL Hidayah, and one school in Pangauban village, SD Pangauban 1. All of these schools run the curriculum every week. The curriculum we are running is about forest protector curricula, civet changing minds, and building bridges.

These three curricula will be implemented in the four schools alternately. However, in one year the school already learn three different curricula. The objectives of each curriculum are:

Forest Protector: Introduces children to the concept of primates – like slow lorises, depend on each other for learning, and like humans, primates have emotions and feelings. Children need to learn that life in the world has a purpose, the earth needs to be healthy, and the animals around it must allow it to work in the ecosystem.

Civet Changing Mind: The aim of the program is for children to learn about Javan palm civet in an engaging and interactive environment and develop an interest and commitment to protecting the species.

Slow Loris Bridges: Learning about slow lorises in their habitats, the function of slow lorises in the ecosystem, and threats faced by slow lorises.

The application of the three curricula is very good for children. We chose class 4 with an age range of 9-10 years. Choosing children in grade 4 because grades 5&6 will have many obstacles as they focus on final assessment according to the Indonesian education program. So, the class is very appropriate for this activity because most of the children have also started to recognize the alphabet. We also find it challenging when there are still some children in this class who cannot read or write. But the curriculum is designed to be very flexible so that children who don’t know how to read and write won’t have too much trouble, they just need a little more time than others. In addition, this activity does not only focus on reading and writing but children are also invited to play, solve puzzles, tell stories, poetry, art and students go into nature to see the natural habitat of wildlife nearby their home. Not only students but teachers are also involved in this activity. The teacher is given attention so the teacher must focus on every activity. In this case not only students learn about the information from the curriculum but the teacher too. We are very happy that the teachers and schools accept this curriculum to be applied in their schools, especially the most supported activity is bringing children into nature. They said the children were very enthusiastic about activities in nature because they had been in the classroom too many times.


Saat ini kami menerapkan kurikulum pendidikan di empat sekolah di dua desa. Tiga sekolah berada di desa Cipaganti, yaitu: SD Cipaganti 1, SD Cipaganti 2, dan MI AL Hidayah, dan satu sekolah di desa Pangauban, SD Pangauban 1. Semua sekolah ini menjalankan kurikulum setiap minggu. Kurikulum yang kami jalankan adalah tentang kurikulum pelindung hutan, merubah pandangan tentang musang, dan membangun jembatan.

Ketiga kurikulum ini akan diterapkan di empat sekolah secara bergantian. Namun, dalam satu tahun sekolah sudah mempelajari tiga kurikulum yang berbeda. Tujuan dari setiap kurikulum adalah:
Pelindung Hutan: Mengenalkan anak pada konsep primata – seperti kukang, saling bergantung untuk belajar, dan seperti manusia, primata memiliki emosi dan perasaan. Anak-anak perlu belajar bahwa kehidupan di dunia memiliki tujuan, bumi perlu sehat, dan hewan di sekitarnya harus membiarkannya bekerja dalam ekosistem.

Merubah pandangan tentang musang: Tujuan dari program ini adalah agar anak-anak belajar tentang luwak jawa di lingkungan yang menarik dan interaktif serta mengembangkan minat dan komitmen untuk melindungi spesies tersebut.

Jembatan Kukang: Mempelajari kukang di habitatnya, fungsi kukang dalam ekosistem, dan ancaman yang dihadapi kukang.

Penerapan ketiga kurikulum tersebut sangat baik bagi anak-anak. Kami memilih kelas 4 dengan rentang usia 9-10 tahun. Memilih anak kelas 4 karena kelas 5&6 akan banyak kendala karena mereka fokus pada penilaian akhir sesuai program pendidikan Indonesia. Jadi kelas sangat cocok untuk kegiatan ini karena sebagian besar anak-anak juga sudah mulai mengenal alfabet. Kami juga merasa kesulitan ketika masih ada beberapa anak di kelas ini yang tidak bisa membaca atau menulis. Tetapi kurikulumnya dirancang sangat fleksibel sehingga anak-anak yang tidak tahu membaca dan menulis tidak akan terlalu kesulitan, mereka hanya membutuhkan sedikit lebih banyak waktu daripada yang lain. Selain itu, kegiatan ini tidak hanya fokus pada membaca dan menulis tetapi anak-anak juga diajak bermain, memecahkan teka-teki, bercerita, puisi, seni dan siswa terjun ke alam untuk melihat habitat alami satwa liar di sekitar rumah mereka. Tidak hanya siswa tetapi guru juga terlibat dalam kegiatan ini. Guru diberikan perhatian sehingga guru harus fokus pada setiap kegiatan. Dalam hal ini tidak hanya siswa yang belajar tentang informasi dari kurikulum tetapi guru juga. Kami sangat senang guru dan sekolah menerima kurikulum ini untuk diterapkan di sekolahnya, apalagi kegiatan yang paling banyak didukung adalah membawa anak ke alam. Mereka mengatakan anak-anak sangat antusias dengan kegiatan di alam karena mereka sudah terlalu sering berada di kelas.

Slow loris forest protector