Dari hutan ke dunia maya

Tidak kah kita merasa hutan kita makin diam? Dan tidak kah kita merasa pasar hewan makin berisik, oleh kunjungan manusia, cuitan burung, dan suara berbagai jenis hewan. Apalagi dengan dunia maya sekarang ini, tidak lagi ramai oleh aktivitas berbagai macam obrolan, tetapi juga oleh perdagangan satwa liar.

Sunyi di hutan. Riuh di pasar. Ramai pula di dunia maya. Para penghuni hutan dipaksa pindah ke pasar dan dunia maya.

Riuh Pasar Burung di Cirebon
Riuh Pasar Burung di Cirebon

Ratusan jenis satwa, ribuan individu hewan di-display untuk diperdagangkan tiap harinya. Itulah pemandangan yang sering terlihat ketika survei pasar hewan dan survei perdagangan satwa secara online dilakukan. Bagai berada di penjara, tetapi mereka dipenjara bukan karena kesalahan mereka, namun karena ketidakpedulian sekelompok manusia terhadap sumber daya alam yang kita miliki.

Sunyi di hutan. Sunyi pula di pasar, tetapi ramai di dunia maya. Sunyi di pasar, bukan berarti sudah aman.

Iklan Kukang via Facebook
Iklan Kukang via Facebook

Itulah tren yang saat ini terjadi pada perdagangan kukang. Beberapa waktu lalu, mereka diambil dari habitatnya dan masih ramai dijual di pasar-pasar hewan. Kini mereka jarang terlihat di pasar hewan, namun bukan berarti kukang-kukang itu sudah aman lagi dan bebas ancaman. Bukan berarti pula perdagangan kukang telah berhenti.

Akses perdagangan mereka dipermudah dengan adanya dunia maya. Iya, sekarang ini sedang maraknya penjualan hewan-hewan dilindungi, salah satunya kukang. Mereka ramai dijual secara online. Hal ini dinilai lebih “aman” bagi para pelaku perdagangan. Iklan jual-beli kukang di media sosial saja bisa menembus lebih dari 100 iklan dalam kurun satu bulan. Pemburu kukang tinggal mengambil kukang dari hutan, foto barangnya, unggah iklannya, dan yang berminat pun akan menghubunginya. Kukang pun sampai di tangan pembeli, entah dengan kondisi yang masih cukup sehat, gigi membusuk, gigi sudah dicabut, atau sekarat. Perlahan pun nyawa mereka menghilang akibat stress. Kalaupun dikembalikan ke hutan lagi, tidak semudah itu, mereka perlu direhabilitasi dan belum tentu 100% kukang yang dilepasliarkan kembali bisa bertahan hidup di alam. Apalagi habitat yang bukan darimana mereka berasal. Mereka bisa saja mati kelelahan akibat terus berjalan untuk mencari tempat yang tepat tanpa menemukan makanan yang tepat. Mereka pun hewan teritorial, yang bila mendatangi wilayah individu lain, pertarungan bisa saja terjadi.

Ruang Gerak yang Terbatasi
Ruang Gerak yang Terbatasi

Sungguh, mereka tidak akan menemukan kebahagiaan menjadi hewan peliharaan. Mereka yang terbiasa berjalan-jalan di atas pohon, bergelantungan, memakan makanan yang sesuai dengan gizi yang mereka butuhkan, tidak akan bisa bebas berjalan dan bergelantungan di tempat sendiri. Kalau bilang “Kita kan membantu mereka dengan menyediakan makanan untuk mereka, jadi mereka ga usah cape-cape cari makan!”, itu hanyalah omong kosong belaka. Mereka mencari makanan sendiri pun sudah merupakan latihan bagi mereka agar otot-otot mereka tetap terlatih dan naluri survival-nya tetap terasah. Makanan yang diberikan secara asal pun dapat menjadikan mereka obesitas, diabetes, bahkan pembusukan gigi secara cepat. Penderitaan yang sama sekali tidak pantas diterima oleh hewan selucu kukang yang harusnya dibiarkan hidup di hutan tempat tinggalnya.

Jangan dukung perdagangan satwa liar, biarkan yang liar tetap liar!

  • Abdullah Langgeng
  • Volunteer